Februari 17, 2023 Galala, Identitas Kampung yang Terancam Punah

Galala, Identitas Kampung yang Terancam Punah

Bunga pohon Galala

Maluku Utara memiliki banyak nama local jenis pohon. Nama itu kadang mengilhami banyak hal. Mulai dari penyebutan dan penamaan tempat tertentu, hingga diabadikan menjadi kampung/dusun  bahkan nama orang.  Di kelompok masyarakat Tobelo Dalam Halmahera (O Hongana Manyawa) misalnya, nama pohon menjadi identitas seseorang. Ini bisa terjadi tatakala anak anak mereka dilahirkan berdekatan dengan pohon tertentu.

Sekadar  tahu saja, kelompok masyarakat Tobelo Dalam  saat ini Sebagian  hidupnya masih nomaden dan sebagian kecil mulai menetap. Orang Tobelo Dalam 100 persen bergantung hidup pada alam. Menjadikan pohon dan beragam tumbuhan   serta  hewan   di dalam area jelajah sebagai identitas  dan  sumber kehidupan.

Batang pohon Galala

Sekali waktu di tahun 2015 saya melakukan liputan tentang  kehidupan masyarakat Tobelo Dalam di kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata  Tayawi Oba Kota Tidore Kepulauan. Liputan kala itu sebenarnya ingin melihat secara langsung dan mencatat bagaimana kehidupan dan ketergantungan mereka pada alam yang selama ini ditempati yang kini oleh negara telah ditetapkan  sebagai wilayah konservasi atau perlindungan. Yang menarik dari liputan itu,  ketika menanyakan identitas/nama  sebagian dari mereka menyebut nama pohon. Mereka memiliki nama panggilan sama dengan pohon, atau tempat yang mereka  tempati  saat  dilahirkan. Ketika saya bertanya kepada salah satu orang tua yang anaknya bernama  Igo  dan Baru  dia beruja  ihwal nama nama anaknya berkaitan erat dengan igo/pohon kelapa  dalam Bahasa Ternate dan pohon baru/waru.     

Soal nama, saat mereka besar dan berpindah tempat  sekalipun  tetap digunakan. Meskipun belakangan sudah banyak mengggunakan nama yang sudah ada di masyarakat kampung karena seringnya terjadi persentuhan mereka dengan masyarakat pesisir/kampung.

Cerita tentang  warga Tobelo Dalam dan pohon sebagai identitas mereka tidak memiliki keterkaitan secara  langsung dengan apa yang hendak saya kemukakan tetapi setidaknya, ada kekayaan tak terukur tentang upaya menjaga identitas dengan menghargai  pohon  sebagai sumber kehidupan. Pasalnya  pohon  setiap saat memberi nafas bagi manusia,  pohon juga setiap detik  memberi  naik turunnya kehidupan manusia dari generasi ke generasi.

Di Maluku Utara, mungkin sebagian besar dari kita mengenal salah satu pohon  baik ditanam  maupun  maupun tumbuh liar.  Pohon Galala namanya (bahasa Ternate,red).  Sementara di kalangan  etnis Makeang dan Kayoa mengenalnya dengan Lolas. Mungkin juga di kelompik etnis lainnya di Maluku Utara memiliki nama yang berbeda terkait  pohon ini.

  

Daun Galala

Dikutip dari (situs  http://ipbiotics.apps.cs.ipb.ac.id/index.php/tumbuhanObat/297) tumbuhan ini berasal dari Asia Timur dan beberapa kepulauan tropik lainnya, kemudian menyebar hingga ke Asia Tenggara. Tumbuhan ini tersebar di hamper seluruh Indonesia.Banyak orang mengenalnya dengan dadap. Secara morfologi,  pohonnya agak besar, tinggi sampai 22 m. Daun majemuk menyirip 3, helaian daun berbentuk hampir bulat hingga belah ketupat, bagian pangkal bulat, bagian ujung lebih besar, bagian tepi rata. Perbungaan sedikit; benang sari yang terdepan seringkali sama sekali sampai pangkalnya terlepas. Biji bertipe polongan. Tumbuhan ini tumbuh di Asia Tenggara. Dadap  banyak ditemukan tumbuh liar, di kebun kopi, di kebun lada, di tepi hutan; di kebun-kebun ditanam orang untuk pohon pelindung dan panjatan tanaman sirih; hidup pada ketinggian tempat 1 – 1.500 m dpi.  

Ternyata pohon  Galala adalah nama pohon yang bisa jadi mengilhami banyak nama kampung di Maluku Utara hingga ke Ambon Maluku. Galala sesungguhnya adalah nama pohon yang dikenal luas di Maluku Utara sebagai pelindung tanaman utama di perkebunan  coklat atau kakao  dan beberapa  jenis tanaman lainnya.  Bagi sebagian  petani di  Halmahera, Galala dijadikan sebagai pohon    tempat  hidup atau panjatan tanaman sirih.    

Bagi sebagian besar orang Maluku Utara tahu dan kenal yang namanya Galala. Mungkin ada yang mengenal pohonnya,  tetapi tidak sedikit  dari mereka mengenal Galala karena identitas atau nama kampung- kampung  yang tersebar di berbagai tempat di Maluku Utara.

Kampung/Desa Galala memiliki persamaan nama yang tersebar di Halmahera Barat, Kota Tidore Kepualaun, Pulau Mandioli hingga ke Pulau Bisa di Halmahera Selatan.   Pohon ini dulu tumbuh subur di  kawasan pesisir pantai hingga ke daerah ketinggian karena ditanam oleh para petani sebagai pohon pelindung  bagi tanaman utama mereka. Tapi seiring waktu tumbuhan ini perlahan mulai hilang. Sulit ditemukan di pesisir pantai maupun  ditanam menjadi pohon pelindung tanaman utama. Dalam banyak literatur Galala atau Dadap memiliki benyak khasiat atau manfaat untuk kesehatan.

Selain karena namanya yang familiar, ternyata pohon ini memberi sejuta manfaat. Sebagai pohon pelindung   manfaat bagi kesehatan manusia, hingga menjadi penanda  bagi nelayan di kampung-kampung saat mereka mencari ikan.    

Di kampung- kampung pesisir Halmahera terutama di bagian selatan, ketika pohon ini memasuki masa berbunga yang berwarna merah, menarik minat burung datang. Di ranting pohon tersebut sangat ramai didatangi berbagai jenis burung paruh bengkok. Burung-burung ini menghisap madu dari bunga berwarna merah  sambal mengeluarkan  suara  sahut-sahutan. Ada nuri, perkici hingga burung lainnya yang termasuk jenis paruh bengkok. Di kebun-kebun warga, Galala menjadi inang tanaman sirih yang sangat baik. Sirih memanjat   hingga mengikuti tingginya pohon Galala  dan sangat subur.  

Kini, seiring waktu pohon Galala yang mungkin saja mengilhami nama  sejumlah desa di Maluku Utara  itu  sudah  sulit ditemukan. Bisa dibilang perlahan mulai punah. Pasalnya di bawah tahun 2000 an pohon Galala masih mudah ditemukan di tepi pantai bahkan ditanam di halaman rumah. Namun  kini sudah sulit lagi ditemukan.

Di awal tahun 2016, karena rasa penasaran dengan mulai  hilangnya  pohon ini,  saya  coba  berkeliling  pesisir Pulau Ternate  mencari tahu keberadaan pohon Galala. Di tahun itu saja nyaris tidak ditemukan lagi pohon tersebut. Setelah berkeliling dan bertanya ke sana kemari setiap warga  atau petani yang ditemui,  dari semua keterangan yang di dapat, mereka mengaku  sudah sulit menemukan pohon itu. Warga di kampung kampung Ternate Barat  hamper seluruhnya mengatakan sudah sulit menemukan lagi pohon ini. Di sekitar Kulaba hingga Tobololo saya sempat ditunjukan  warga    ada satu pohon Galala. Saat menuju ke tempat tersebut, benar ditemukan   tetapi sebagian besar telah mengering alias mati. Dari pengamatan singkat pohon tersebut pohon itu mengering  dari ranting,  dahan turun ke batang  utama. Entah apa penyebabnya.

Informasi yang berhasil dihimpun di sejumlah tempat di Halmahera ketika menanyakan kepada warga yang  lahannya ada jenis pohon ini, bercerita, suatu waktu  di   tahun  2003  hingga 2004 pohon  Galala mati bersamaan.   Mereka juga tidak tahu apa penyebabnya sehingga pohon galala mati secara keseluruhan. Baik di kebun maupun yang hidup di tepi pantai. Saya juga belum menemukan ada riset dari Maluku Utara soal keterancaman kehilangan   sumber keanekaraman hayati ini. Mungkin butuh riset untuk menghadirkan Kembali pohon dengan sejuta manfaat tersebut termasuk mengilhami nama kampung di Maluku Utara ini.  

Bagi saya, matinya pohon Galala dan  hilang dari bumi Maluku Utara, boleh dibilang bagian dari kehilangan identitas kampung- kampung yang memiliki kesamaan nama.  Nama kampung   yang diilhami  dari  nama pohon,  mengirim pesan  kepada  semua  manusia, untuk selalu eling/ingat pada alam. Tetap menjaga pohon  tegak berdiri di tempatnya, tak tergusur  buldozder  pemilik modal.  Bahwa  pohon adalah kampung bagi berbagai jenis burung. Tempat dia hidup dan  melanjutkan generasinya dengan beranak pinak . Dari pohon dia tidur, dan mencari makan. Sayang manusia kadang rakus lalu menganggap alam raya dan seisinya   milik  sendiri.  Alam   tidak hanya milik manusia.  Ada hak binatang dan berbagai jenis hewan melata lainnya.       

Pohon bagi sebagian kelompok masyarakat/suku bangsa, menganggapnya sebagai ibu kehidupan. Ketika menjaga dan merawatnya, sama  seperti menjaga dan merawat seorang ibu. Ketika merusak dan menebanginya karena kerakusan,  juga sama. Menyakiti seorang ibu.

Semoga pohon di bumi pulau-pulau Moloku Kie Raha, tetap tegak,   selalu memberi  udara bagi naik turunnya detak nafas  hidup manusia. Wallahu’alam Bishawab.

Sumber : kabarpulau.co.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

0
    0
    PESANAN SAYA
    Troli KosongMau Belanja
      Masukkan Voucher
      Minta Gambar-gambar Produk Khusus Dengan Harga Grosir Untuk Jadi Reseller? Orderan Bisa Dikirim Dengan Nama Tokomu ke Pelangganmu.
      This is default text for notification bar